Matahari belum sepenuhnya muncul dari balik awan, tapi pagi itu Jalan Tenis telah dipadati ratusan sepeda motor siswa SMA Nirartha. Kuda besi itu lalu lalang di jalanan, menderu-deru memecah kesunyian kota
Zaman ketika industri otomotif sedang makmur seperti ini, setiap orang sepertinya punya kendaraan pribadi, sampai anak SMA saja ke sekolah membawa sepeda motor sendiri.
Tak heran lapangan sekolah yang dipadati oleh ribuan kendaraan ini terkadang tidak bisa dipakai untuk kegiatan lain. Misalnya olahraga, ekstrakurikuler, bahkan upacara bendera sekalipun.
Tapi ternyata ada satu murid yang tidak membawa kendaraan hari ini. Teman-teman yang membawa motor sudah menawarkan tumpangan, tapi siswi SMA ini memutuskan tetap berjalan kaki menuju sekolah.
Oke juga murid cantik yang satu ini, semangatnya boleh ditiru.
Remaja yang tingginya kira-kira 165 cm ini mengayunkan kakinya yang beralaskan sepatu hitam, menyusuri jalanan yang berukuran tidak terlalu lebar itu. Badannya terlihat segar. Namun sayang, raut wajahnya lesu.
"Duh, hari pertama sekolah kok perasaan tidak nyaman begini ya,"gumamnya.
"Tadi pakai acara berdebat segala sama ibu, katanya 'kalau gagal seperti SMP dulu awas saja ya!'. Sekolah saja belum mulai kok sudah dimarahi seperti itu, aneh...."
Saat tiba di gerbang sekolah, mulutnya tetap tidak bisa diam. Sampai beberapa siswa heran lihat tingkahnya. Ini cewek kok ngomong sendiri ya? Begitulah pikir mereka.
Tapi memang siswi bernama Retna Arimbawa ini punya prestasi yang 'nyaris' hancur saat SMP dulu. Nilainya rendah semua, bahkan pernah gurunya sampai kehabisan tinta pulpen merah cuma buat mengisi rapor dia saja.
Masuk ke gerbang sekolah, lamunannya yang jauh membuat dia nggak fokus sama situasi sekitar. Tiba-tiba, ada seorang murid berlari kencang kearahnya. Sama seperti Retna, murid itu juga nggak fokus saat lari. Akhirnya, tabrakan pun tidak terhindarkan.
Sambil merintih kesakitan, Retna merapihkan barang-barang di tas kecilnya yang jatuh berceceran. Murid laki-laki itu langsung membantunya.
"Hei, kalau lari lihat-lihat dong!" protes Retna kesal.
"Maaf, nggak sengaja," kata cowok itu sambil merapikan barang-barang yang berceceran.
"MaAf, NgGak sEnGajA" ucap Retna, meniru kata-kata cowok itu sambil komat-kamit.
Namun, tiba-tiba cowok itu menatap Retna dengan serius
"Lho, kamu itu kan...." kata cowok itu dengan tajam. Ia menatap wajah Retna tanpa berkedip sedikit pun. Tatapannya sangat tajam, sampai-sampai Retna berpikir apa dia pernah mengenal cowok ini.
"A....anu..." Retna berbicara terbata-bata.
"Kamu itu.....CANTIK YA !" kata cowok berambut gondrong itu sambil tertawa terbahak-bahak. Retna yang sedang berpikir keras itu jadi sewot.
"Sialan," pikir Retna kesal.
Dengan wajah cemberut, dia bangkit dan meninggalkan cowok itu.
"Eh, kok udah langsung pergi sih? Kenalan dulu dong. Hei.." kata cowok itu sambil mengikuti langkah Retna.
"Ini cowok kenapa sih?" pikir Retna bingung.
Langkah kakinya semakin lama semakin cepat kearah gedung sekolah. Tapi cowok itu pantang menyerah mengikutinya.
"Tunggu dong, aku kan mau kenalan dulu," katanya sambil cengengesan. "Perkenalkan, namaku Wi..."
Belum selesai berbicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah belakang mereka berdua.
"Hei, Willy! Kamu tadi pakai kuota internet saya tanpa izin kan? Hayo, ngaku!" seru murid cowok lain yang berambut cepak dan berkacamata. Wajahnya tampak kesal. Cowok yang lagi asyik menggoda Retna itu mendadak kaget, langsung melanjutkan larinya yang tertunda.
"Eh, mau kemana kamu? Jangan coba-coba lari ya "
Cowok berkacamata itu langsung mengejar targetnya yang berlari kencang kearah sekolah.
Retna bengong sambil menatap kedua orang yang kejar-kejaran itu.
" Willy?"
*****
Ternyata, mencari ruangan kelas di sekolah itu lumayan susah juga. Retna pun jadi kelimpungan. Sejak tadi dia sudah berkeliling dari kelas ke kelas, tapi belum ketemu juga.
Karena lelah, Retna berhenti sejenak. Dilihatnya jam tangan merah mudanya, sudah jam 7:25. Pelajaran dimulai pukul 7:30, dan kelasnya belum ditemukan juga.
"Aduh, tinggal lima menit lagi. Dimana sih kelasnya?” pikir Retna pusing.
Tiba-tiba ia melihat ada seorang pria bercelana jeans sedang berjalan di koridor itu. Tanpa pikir panjang, Retna langsung menghampiri untuk bertanya.
"Anu, permisi," tanya Retna sambil menyentuh tubuh pria itu.
Alangkah terkejutnya Retna saat melihat pria yang berbalik itu. Wajahnya terlihat sangar dengan kacamata hitamnya. Rambutnya berwarna pirang, yang jelas-jelas diwarnai karena tidak pas dengan kulitnya yang gelap. Anting-anting di telinganya telah menambah kesan 'nakal' dari dalam diri pria itu.
Keringat dingin mulai bercucuran di wajah Retna.
"Ke....kelas X IPS 2 a....ada di...dimana ya?” tanya Retna gugup. Hari pertama jadi siswa pindahan memang berat.
"Ada di Gedung Pembelajaran 2. Letaknya persis di depan taman, dan kelasnya ada di lantai dua," suara serak pria bergaya metal itu makin membuat suasana menjadi angker.
"Be....begitu ya. Te..terima kasih," tanpa basa-basi Retna langsung menjauh dari pria itu.
Sambil menatap tubuh Retna dari kejauhan, senyum licik mengembang di wajah pria itu.
*****
Setelah melewati beberapa "cobaan”, Retna pun berhasil sampai dengan selamat sentosa di kelas X IPS 2. Ia pun mengintip lewat jendela, oh ternyata sudah ada gurunya.
Pintu pun diketuknya dengan perlahan sampai suara "Masuk!" terdengar dari balik pintu kayu berwarna abu-abu itu.
Rasa deg-degan langsung dirasakan Retna saat masuk ke dalam kelas. Semua orang di kelas terlihat antusias. Mungkin karena murid baru, jadi mereka masih penasaran sama penampakan makhluk asing ini.
"Ah, kau kan murid baru itu. Maaf ya, soalnya saya lupa menemani kamu menuju kelas," kata guru itu ramah.
"Tidak-apa-apa Bu Nena. Saya malah semakin terbiasa dengan sekolah ini," kata Retna kalem.
"Baik, semuanya mohon perhatiannya. Hari ini kita kedatangan murid baru. Ayo, perkenalkan dirimu"
"Selamat pagi, teman-teman," sapa Retna sambil tersenyum. Walaupun terlihat tenang, wajahnya banjir keringat dingin.
"Pagi" jawab mereka serempak dengan ceria. Bahkan ada beberapa sambil cengengesan.
"Perkenalkan, namaku Retna Arimbawa, tapi bisa dipanggil Retna. Aku adalah siswa pindahan dari SMA Sandikala, yang bubar karena bangkrut. Jadi aku sudah pernah bersekolah SMA sebelumnya, walaupun sebentar"
"Oh begitu ya," jawab para murid serempak sambil tertawa, membuat keringat dingin di tubuh Retna mengalir seperti air terjun.
"Jadi mulai hari ini, mohon bantuannya," kata Retna sambil membungkuk. Siswa yang lain pun bertepuk tangan menyambut murid baru di kelas mereka.
"Ya, jadi itu perkenalan dari teman baru kita," kata Bu Nena sambil tersenyum. "Retna, sekarang kamu bisa langsung duduk. Cari tempat duduk yang kosong ya"
Retna pun mengangguk. Matanya pun sibuk melihat-lihat ke sekeliling kelas, dan ternyata hanya ada satu bangku yang kosong. Letaknya di deretan paling depan dekat papan tulis. Retna sebenarnya lebih suka duduk di belakang, tapi karena semua bangku sudah terisi akhirnya dia pun duduk disana.
"Semuanya, karena tempat duduk siswa sudah ditentukan oleh saya, maka tidak boleh ada yang pindah tempat duduk" kata Bu Nena, guru sejarah yang juga menjabat wali kelas itu.
"Oke, sekarang kita mulai pelajarannya. Hmm, ngomong-ngomong, dimana Wilantika?"
Seketika, semua siswa di kelas itu kebingungan. Mereka menoleh ke berbagai arah seperti mencari sesuatu yang hilang. Kelas pun mulai gaduh.
"Siapa itu Wilantika?" tanya Retna kepada temannya yang duduk di belakangnya.
"Oh, dia murid yang duduk sebangku dengan kamu," kata teman perempuan itu.
"Begitu ya," Retna mengangguk kecil saat mendengarnya.
"Ada yang tahu dimana Wilantika?" tanya Bu Nena kepada para siswa. Namun mereka semua tidak menjawab, dan tetap saling memandang satu sama lain dengan wajah kebingungan.
Seorang siswa laki-laki yang duduk di bagian belakang mengangkat tangannya, lalu menjawab
"Bu, tadi dia berlari keluar kelas saat temannya datang"
"Berlari keluar kelas? Kenapa?" tanya Bu Nena heran.
“Saya kurang tahu, tapi sekilas saya dengar temannya marah karena dia diam-diam menghabiskan kuota internetnya untuk main game online "
"Lalu Wilantika lari dari kelas dan temannya mengejarnya?" tanya Bu Nena.
Siswa itu pun mengangguk. Mendengar hal itu, Retna langsung kaget, karena cerita siswa itu sangat familiar di telinganya.
"Jangan-jangan...." pikir Retna khawatir.
Tiba-tiba, terdengar suara pintu kelas dibuka. Muncullah sosok pemuda berseragam putih abu-abu, yang membuat kekhawatiran Retna menjadi kenyataan.
"Wilantika, darimana saja kamu?" tanya Bu Nena.
"Maaf, bu, saya tadi sempat ada urusan dengan teman saya," kata Wilantika.
"Ketika ingin kembali ke kelas, saya dipanggil oleh guru Bimbingan Konseling"
"Bimbingan Konseling? Memangnya ada apa?"
"Yah...." kata pemuda itu. Lalu, ia membisikkan sesuatu kepada sang guru.
Bu Nena pun langsung mengangguk-angguk.
"Baiklah, tidak apa-apa. Silahkan duduk"
Wajah pemuda itu langsung sumringah ketika melihat Retna yang duduk tepat sebangku dengannya.
"Hai cantik, ternyata kita memang jodoh ya, hehehehe," sapa si pemuda dengan riang gembira.
Retna langsung membuang mukanya yang memerah. Pemuda itu adalah Wilantika Sasna, atau Willy.
Cowok yang mengganggunya tadi.
